Oleh: Rina Tri Lestari
JANGAN jadikan aku istrimu, jika nanti dengan
alasan bosan kamu berpaling pada perempuan lain.
Kamu
harus tahu meski bosan mendengar suara dengkurmu, melihatmu begitu
pulas. Wajah laki-laki lain yang terlihat begitu sempurnapun tak
mengalihkan pandanganku dari wajah lelahmu setelah bekerja seharian.
Jangan
jadikan aku istrimu, jika nanti kamu enggan hanya untuk mengganti popok
anakmu ketika dia terbangun tengah malam. Sedang selama sembilan bulan
aku harus selalu membawanya di perutku, membuat badanku pegal dan tak
lagi bisa tidur
sesukaku.
Jangan
jadikan aku istrimu, jika nanti kita tidak bisa berbagi baik suka dan
sedih dan kamu lebih memilih teman perempuanmu untuk bercerita. Kamu
harus tahu meski begitu banyak teman yang siap menampung curahan hatiku,
padamu aku hanya ingin berbagi. Dan aku bukan hanya teman yang tidak
bisa diajak bercerita sebagai seorang sahabat.
Jangan
jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan sudah tidak ada kecocokan
kamu memutuskan menjatuhkan talak padaku. Kamu tahu betul, kita memang
berbeda dan
bukan persamaan yang menyatukan kita tapi komitmen bersama.
Jangan
jadikan aku istrimu, jika nanti kamu memilih tamparan dan pukulan untuk
memperingatkan kesalahanku. Sedang aku tidak tuli dan masih bisa
mendengar kata-katamu yang lembut tapi berwibawa
Jangan
pilih aku sebagai istrimu, jika nanti setelah seharian bekerja kamu
tidak segera pulang dan memilih bertemu teman-temanmu. Sedang seharian
aku sudah begitu lelah dengan cucian dan setrikaan yang menumpuk dan aku
tidak sempat bahkan untuk menyisir
rambutku.
Anak
dan rumah bukan hanya kewajibanku, karena kamu menikahiku bukan untuk
jadi pembantu tapi pendamping hidupmu. Dan jika boleh memilih, aku akan
memilih mencari uang dan kamu di rumah saja sehingga kamu akan tahu
bagaimana rasanya.
Jangan
pilih aku sebagai istrimu, jika nanti kamu lebih sering di kantor dan
berkutat dengan pekerjaanmu bahkan di hari minggu daripada meluangkan
waktu bersama keluarga. Aku memilihmu bukan karena aku tahu aku akan
hidup nyaman dengan segala fasilitas yang
bisa kamu persembahkan untukku.
Harta tidak pernah lebih penting dari kebersamaan kita membangun keluarga karena kita tidak hidup untuk hari ini saja.
Jangan
pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu malu membawaku ke pesta
pernikahan teman-temanmu dan memperkenalkanku sebagai istrimu. Meski aku
bangga karena kamu memilihku tapi takkan kubiarkan kata-katamu
menyakitiku.
Bagiku
pasangan bukan sebuah trofi apalagi pajangan, bukan hanya seseorang
yang sedap dipandang mata. Tapi menyejukkan batin ketika dunia tak lagi
ramah menyapa. Rupa adalah anugerah yang akan pudar terkikis waktu, dan
pada saat itu kamu akan tahu kalau pikiran dangkal telah
menjerumuskanmu.
Jangan
pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu berpikir akan mencari pengganti
ketika tubuhku tak selangsing sekarang. Kamu tentunya tahu kalau kamu
juga ikut andil besar dengan melarnya tubuhku. Karena aku tidak lagi
punya waktu untuk diriku, sedang kamu selalu menyempatkan diri ketika
teman-temanmu mengajakmu
berpetualang.
Jangan
buru-buru menjadikanku istrimu, jika saat ini kamu masih belum bisa
menerima kekurangan dan kelebihanku. Sedang seiring waktu, kekurangan
bukan semakin tipis tapi tambah nyata di hadapanmu dan kelebihanku
mungkin akan mengikis kepercayaan dirimu.
Kamu harus tahu perut buncitmu tak sedikitpun mengurangi rasa cintaku, dan prestasimu membuatku bangga bukan justru terluka.
Jangan
buru-buru menjadikanku istrimu, jika saat ini kamu masih ingin
bersenang-senang dengan teman-temanmu dan beranggapan aku akan
melarangmu bertemu mereka setelah kita menikah.
Kamu
harus tahu akupun masih ingin menghabiskan waktu bersama teman-temanku,
untuk sekedar ngobrol atau creambath di salon. Dan tak ingin apa yang
disebut “kewajiban” membuatku terisolasi dari pergaulan, ketika aku
semakin disibukkan dengan urusan rumah tangga.
Menikah
bukan untuk menghapus identitas kita sebagai individu, tapi kita tahu
kita harus selalu menghormati hak masing-masing tanpa melupakan
kewajiban.
Jangan
buru-buru menikahiku, jika saat ini kamu sungkan pada orang tuaku dan
merasa tidak nyaman karena waktu semakin menunjukkan kekuasaannya.
Bagiku hidup lebih dari angka yang kita sebut umur, aku tidak ingin
menikah hanya karena kewajiban atau untuk menyenangkan keluargaku.
Menikah denganmu
adalah salah satu keputusan terbesar di hidupku yang tidak ingin kusesali hanya karena terburu-buru.
Jangan
buru-buru menikahiku, jika sampai saat ini kamu masih berpikir mencuci
adalah pekerjaan perempuan. Aku tak akan keberatan membetulkan genting
rumah, dan berubah menjadi satpam untuk melindungi anak-anak dan hartamu
ketika kamu keluar kota.
Hapus
aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini kamu berpikir mempunyai
lebih dari satu istri tidak menyalahi ajaran agama. Agama memang tidak
melarangnya, tapi aku melarangmu menikahiku jika ternyata kamu hanya
mengikuti egomu sebagai laki-laki yang tak bisa hidup dengan satu
perempuan saja.
Hapus
aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini masih ada perempuan yang
menarik hatimu dan rasa penasaran membuatmu enggan mengenalkanku pada
teman-temanmu. Kamu harus tahu meski cintamu sudah kuperjuangkan, aku
tidak akan ragu untuk meninggalkanmu.
Hapus
aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini kamu berpikir menikahiku
akan menyempurnakan
separuh akidahmu sedang kamu enggan menimba ilmu untuk itu. Ilmuku tak
banyak untuk itu dan aku ingin kamu jadi imamku, seorang pemimpin yang
tahu kemana membawa pengikutnya.
Jangan
jadikan aku sebagai istrimu, jika kamu berpikir bisa menduakan cinta.
Kamu mungkin tak tahu seberapa besar aku mengagungkan sebuah cinta, tapi
aku juga tidak akan menyakiti diriku sendiri jika cinta yang kupilih
ternyata mengkhianatiku.
Jangan jadikan aku sebagai istrimu, jika kamu berpikir aku mencari kesempurnaan. Aku
bukan gadis naif yang menunggu sang pangeran datang dan membawaku ke istana.
Mimpi
seperti itu terlalu menyesatkan, karena sempurna tidak akan pernah ada
dalam kamus manusia dan aku bukan lagi seorang gadis yang mudah
terpesona.
Jangan
pernah berpikir menjadikanku sebagai istrimu, jika kamu belum tahu satu
saja alasan kenapa aku harus menerimamu sebagai suamiku.